Selain mendoan dan dage serta kripik Banyumas juga memiliki makanan khas yang sempat menggegerkan warga Indonesia yaitu tempe bongkrek. Makanan khas Banyumas yang satu ini sempat terkenal dan menjadi bahan pembicaraan lantaran pernah membunuh puluhan orang Banyumas. Bahkan sempat dilarang beredar. Bahan dasar tempe ini adalah ampas kelapa dan kedelai.
Tempe bongkrek dibuat dari ampas kelapa, yang diperoleh dari sisa
pembuatan minyak kelapa, sisa pembuatan dodol, atau bungkil kelapa dari
pabrik. Cara pembuatan tempe bongkrek sederhana, yaitu ampas kelapa atau
bungkil kelapa direndam semalam, setelah itu dicuci, diperas airnya,
dan dikukus selama kurang lebih 1 jam.
Selesai dikukus ampas kelapa dicampur dengan tempe yang mengandung
kapang tempe atau kapang bongkrek : Rhizopus oligosporus atau Rhizopus
oryzae. Campuran ini kemudian dibungkus dengan daun pisang atau
dihamparkan diatas nyiru yang ditutup dengan daun pisang. Setelah
dibiarkan 2 hari, ampas kelapa akan ditumbuhi kapang tempe.
Selama proses fermentasi tempe ampas kelapa, diperkirakan banyak jenis
bakteri yang tumbuh dan terlibat dalam proses fermentasi tempe ampas
kelapa diantaranya adalah bakteri asam laktat dan beberapa ragi. Masih
sangat terbatas penelitian mengenai mikroflora dalam tempe ampas kelapa.
Namun demikian bakteri yang penting untuk dibahas disini khususnya yang
tumbuh pada tempe ampas kelapa dan mampu membentuk racun yang
membahayakan kesehatan manusia. Meskipun wabah keracunan tempe ampas
kelapa sudah dikenal sejak 1895 tetapi penelitian penyebabnya baru
dimulai tahun 1930-an.
Keracunan Tempe Bongkrek
Baik tempe gembus maupun tempe bongkrek merupakan makanan klangenan atau
kegemaran. Rasanya enak bagi yang menyukai. Proses fermentasi tempe
gembus dan bongkrek sama. Perbedaan terletak pada kandungan lemaknya.
Tempe gembus yang terbuat dari bungkil minyak kelapa kandungan lemaknya
rendah, yakni 3%-4%, karena proses pembuatannya menggunakan mesin pres.
Menurut mantan rektor Unsoed itu, bakteri Pseudomonas Cocovenenans tidak
tumbuh di media yang kadar lemaknya rendah. Tetapi tumbuh di tempe
bongkrek yang kadar lemaknya 10%-12%. Kadar lemak yang tinggi disebabkan
proses pembuatan minyak kelapa tradisional menggunakan tangan. Asam
bongkrek yang masuk tubuh manusia merusak susunan gula darah sehingga
tidak bisa mengikat oksigen. Akibatnya, penderita keracunannya
menimbulkan gejala seperti sesak napas. Disusul tekanan darah yang
tiba-tiba tinggi dan akhirnya drop sampai korban meninggal.
Tempe bongkrek mematikan karena ter-kontaminasi oleh sejenis bakteri
gram negatif yang tumbuh lebih cepat daripada kapang bongkrek. Bakteri
yang mengeluarkan racun itu adalah Pseudomonas cocovenenans
(cocovenenans artinya racun dari kelapa). Bakteri tersebut bekerja
antagonistis tehadap kapang tempe, karena itu bila kapangnya tidak
tumbuh dengan baik, kemungkinan besar ampas kelapa mengandung racun.
Pada udara yang sangat lembab akan lebih menguntungkan pertumbuhan
bakteri ampas kelapa, sedang sebaliknya udara kering menguntungkan bagi
pertumbuhan kapang. Yang pertama kali mempelajari penyebab keracunan
tempe bongkrek adalah Mertens dan van Veen dari Institut Eijkman.
Bakteri bongkrek hanya dapat tumbuh pada tempe bongkrek dan membentuk
racun jika bahan dasar tempe adalah kelapa parut, ampas kelapa atau
bungkil kelapa, sedangkan tempe dari kedelai atau oncom dari bungkil
kacang tanah tidak beracun walaupun ditulari bakteri itu.
Namun bungkil kacang tanah yang belum diberi ragi oncom, bisa beracun
jika ditulari bakteri itu. Tempe bongkrek yang dibuat dari bungkil
kelapa pabrik jarang ditumbuhi bakteri mematikan itu karena kadar
lemaknya rendah. Tempe bongkrek yang terbuat dari kelapa parut dan ampas
kelapa sisa perasan penduduk sendiri sering ditumbuhi bakteri itu
karena masih mengandung banyak lemak.
Orang yang termakan racun ini bisa mabuk bahkan banyak yang tewas.
Kematian 34 orang warga Kecamatan Lumbir, Banyumas, Propinsi Jawa
Tengah, akibat keracunan tempe bongkrek tahun 1988 menjadi cerita kelam
yang terus terkenang. Sejak peristiwa itu, banyak papan larangan
memproduksi, mengonsumsi, dan menjual tempe bongkrek terpasang di
berbagai pasar.
Atas alasan pengendalian keamanan, pembuatan tempe bongkrek sekarang
dilarang di Indonesia, meskipun di beberapa tempat di Jawa orang masih
membuatnya secara sembunyi-sembunyi. Kasus kematian karena asam bongkrek
ini setiap tahun masih terus dilaporkan.
Jika tempe bongkrek sudah berwarna kekuningan, semestinya makanan
tersebut tidak dikonsumsi. Sebab, dalam kondisi tersebut, tempe bongkrek
sudah ditumbuhi Pseudomonas cocovenenans dan timbul asam bongkrek.
Jadi, berwaspadalah terhadap makanan yang anda makan. ”Mencegah lebih
baik dari pada mengobati”
Mungkinkah tempe bongkrek akan beredar kembali dipasaran, mungkinkah ada
dugaan nantinya para produsen tempe bahan baku kedelai akan beralih
menjadi bahan baku ampas kelapa karena mahalnya harga kedelai,
kemungkinan ini bisa saja terjadi bila pemerintah tidak segera mengambil
langkah bijak untuk mengatasi mahalnya harga kedelai dipasaran,
sehingga bahaya laten tempe bongkrek tidak terulang kembali yang
dikuatirkan akan menimbulkan banyak korban jiwa akibat keracunan tempe
bongkrek